Electronic Resource
Hukum Adat Perkawinan Suku Marae Di Desa Adat Kewar Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur
Suku Marae (Bunaq) merupakan suku tertua di Pulau Timor. Berdasarkan mitos yang menyebutkan bahwa wanita Timor pertama yang memiliki jejak telapak kaki di bawah kaki Gunung Lakaan, Kecamatan Lamaknen. Salah satu tradisi yang masih melekat pada masyarakat Belu yaitu hukum adat dalam perkawinan dimana dalam tradisi perkawinan dilakukan pemberian atau pelunasanbelis (mas kawin). Dalam hukum adat perkawinan suku marae masih banyak dieksplorasi sehingga pada penelitian ini akan mendeskripsikan tentang hukum adat perkawinan suku marae. Metode penelitian kualitatif dengan jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif. Lokasi penelitian di Desa Adat Kewar Kecamatan Lamaknen Kabupaten Belu. Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik Wawancara, Observasi, dan Dokumentasi. Analisis data terdiri tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sistem perkawinan adat Suku Marae pada masyarakat di desa Kewar menggunakan sistem perkawinan matrilineal dimana mengikuti garis keturunan dari sang ibu, pada masyarakat setempat menyebutnya dengan mengikuti suku dari sang ibu. Sedangkan pada administrasi pemerintahan aturan sama dimanapun mengikuti aturan perundang-Undang untuk mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Bagaimana tata tertib adat yang harus dilakukan oleh mereka yang akan melangsungkan perkawinan menurut bentuk dan system perkawinan yang berlaku dalam masyarakat, Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 tidak mengaturnya. Dalam sistem perkawinan suku Marae yang paling menonjol adalah penentuan Belis. Tata cara perkawinan Suku Marae di desa Kewar terdapat empat tahapan. Empat proses yaitu tahap perkenalan, petunangan, penentuan belis dan pelaksanaan perkawinan. Tahapan pertama diawali dengan pengenalan, Ketuk Pintu, dan Masuk minta. Tahapan kedua yaitu pertunangan dengan utusan awal untuk menanyakan apa calon istri dan keluarganya bersedia untuk dipinang. Dari tahapan tunangan ini berlanjut pada tahap ketiga yaitu penentuan dan pembayaran belis. Kedua keluarga akan melanjutkan tahapan sampai pada diskusi mengenai jumlah belis.Setelah proses ketiga dilanjutkan pada tahap keempat yaitu upacara atau resepsi perkawinan sesuai dengan kondisi masyarakat di desa Kewar.
2133578/SB/2021 | KKI 371.114 YET h/s | Perpustakaan Unikama | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain